Belakangan ini kita dimanjakan dengan munculnya berbagai situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan lain-lain. Lewat situs tersebut, kita bisa berinteraksi, berbagi cerita dan pengetahuan dengan banyak orang dari berbagai penjuru dunia layaknya sebuah perkumpulan multiprofesi.
Jauh sebelum internet dan situs jejaring sosial ini muncul, masyarakat Minangkabau Sumatera Barat, sudah mengenal tradisi serupa yaitu ngumpul di surau atau mesjid, bahkan umumnya remaja Minangkabau menghabiskan sebagian besar waktunya di surau.
Di jaman itu mereka merasa malu kalau tinggal di rumah, karena lazimnya pemuda Minang menginap atau bermalam di surau. Keberadaan surau, selain sebagai tempat ibadah, juga menjadi tempat bermain, bersosialiasi, belajar dan berbagi pengetahuan. Praktis surau saat itu telah berfungsi layaknya sebagai media jejaring sosial, tempat warga Minangkabau berinteraksi secara intens.
Sayangnya, kultur berkumpul di surau sudah pupus. Anak muda lebih senang tinggal di rumah dan ngumpul di warung kopi untuk sosialisasi. Padahal kalau kita mendengar cerita orang tua atau pun membaca literatur tentang Minangkabau, kita akan menemukan bahwa budaya Minangkabau tidak bisa dipisahkan dari dari kehidupan surau yang kental dengan nuansa Islam. Tradisi tersebut yang memperkuat tatanan kekerabatan adat Minangkabau yang kita kenal dengan istilah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Surau pernah menjadi institusi yang memberi warna dominan terhadap pembentukan karakter dan jati diri masyarakat Minang. Jika kita membaca sejarah, banyak ulama dan tokoh Nasional yang berasal dari Minang merupakan hasil didikan surau. Sebut saja di antaranya nama-nama yang monumental seperti Buya Hamka, Haji Agus Salim, Sutan Sjahrir, Mohammad Hatta, Mohammad Natsir. Juga Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi asal KotoGadang Agam pernah dipercaya menjadi Iman Besar di Masjidil Haram Mekkah di penghujung abad ke-19.
Saya kira sudah waktunya tradisi ini dihidupkan kembali dan dilestarikan mengingat manfaatnya sangat besar. Mungkin sulit untuk menghidupkan secara fisik karena anak-anak muda akan menolak tidur di surau, namun konsep pembinaan rohani dan karakternya sangat mungkin dilaksanakan melalui sarana jejaring sosial modern.
Pola pendidikan surau saya yakin akan menjadi sarana efektif pembentukan karakter dan kepribadian yang memiliki nilai spritual dan sosial tinggi seperti halnya tradisi surau di masa lalu.
Mungkin terkesan mengada ada namun kalau kita kombinasikan sarana jejaring sosial modern dengan pola pendidikan surau saya yakin akan menciptakan generasi muda yang tangguh di masa mendatang.
Sumber : http://www.hasnulsuhaimi.com/perspektif/jejaring-sosial-ala-minang/
0 komentar:
Posting Komentar